Sabtu, 28 Januari 2012

Pengamen Oh Pengamen

Ada satu kejadian yang menggelitik. Bukan menggelitik karena lucu tetapi lebih kepada miriss. Ini adalah kejadian yang mungkin hampir setiap orang yang menggunakan kendaraan umum mengalaminya. Pengamen. Pengamen jalanan di lampu merah.

Saya sendiri pernah meliput tentang pengamen cilik di sekitar perempatan Blok M. Terenyuh anak sekecil itu harus bekerja padahal keinginan dia untuk sekolah bisa dikatakan tinggi. Masa kecil yang dia habiskan di jalanan yang membuatnya berpikir berbeda dengan anak seusianya yang bisa menikmati indahnya masa kecil. Apalagi kalau kita melihat jalanan kota jakarta yang kurang ramah. Bisa membuat kita mengelus dada.

Terlepas dari perasaan tersentuh akan pengamen cilik yang saya wawancarai di Blok M, saya pernah merasa kesal dengan ulah pengamen cilik. Bukan untuk mematikan rasa kemanusiaan saya tetapi lebih kepada bagaimana pengamen cilik itu bekerja. Hal seperti merengek meminta belas kasihan yang membuat saya berpikir. Apa tidak bisa kalau tidak merengek? Mungkin dipikiran pengamen cilik itu dengan merengek dia bisa langsung mendapatkan uang. Tetapi sebenarnya lebih banyak orang yang merasa sebal kasihan juga dengan cara pengamen cilik itu. Apalagi kalau kita sudah memberi tetapi tidak mau dia terima karena meminta lebih dari nominal yang dia minta. Sudah itu jalan kita sampai harus "diboikot" dengan rengekannya. Kasihan, malu, kesal, dan sebal juga.

Akan tetapi ada yang lebih besar yang harus dipertanyakan.Kemana orang tuanya? memang saya melihat ada beberapa ibu-ibu yang berpenampilan kurang terawat duduk-duduk sambil ngobrol dengan sesama ibu pengamen di bawah kolong fly-over, Miris memang melihat anaknya "bekerja" dan orang tuanya santa-santai saja.

Tulisan ini tidak bermaksud untuk menyinggung pihak manapun tetapi untuk bahan renungan kita bahwa masih ada anak-anak yang memerlukan pendidikan demi kemajuan bangsa juga.