Sabtu, 21 April 2012

Teliti Sebelum Ditilang


Akhir-akhir ini lagi banyak tulisan kompasianer menyinggung masalah tilang. Entah itu slip biru atau slip merah, pokoknya tentang tilang menilang.

Saya sendiri kurang paham mengenai slip biru atau slip merah. Justru dari tulisan para kompasianer ini, saya jadi tau apa bedanya slip merah dan slip biru. Walaupun bukan pengendara motor atau mobil pribadi tetapi bisa buat masukan kalau2 menggunakan kendaraan pribadi.

Ok, back to the topic, kalau saya baca tentang tilang menilang ini jadi ingat waktu saya kuliah sekitar 2 tahun yang lalu. Saya ikut mata kuliah Sistem Hukum Indonesia di kampus. Yang menjadi dosen matkul tersebut adalah lulusan hukum di salah satu universitas di Makasar dan menjadi pengajar bagi polisi-polisi muda untuk mengenal dunia hukum. Kasarnya dosen saya ini, pintu masuk sebelum polisi-polisi muda mengenal hukum.

Dosen saya bercerita, pernahkan kita berpikir bahwa apa yang dilakukan polisi itu adalah sesuatu hal yang luar biasa? Mereka bisa berdiri berjam-jam ditengah teriknya matahari dan diguyur hujan tetapi kita yang berdiri sejam saja di bis kota sudah uring-uringan dan menatap jutek (mungkin) ke seluruh penumpang bis kota yang asik terlelap tidur. Kita bisa mengomel-ngomel kalau hujan turun dan cipratan air mengarah ke pakaian atau sepatu kita tetapi polisi dengan tanggap masih mengatur lalu lintas agar tidak terjadi kemacetan yang terlalu parah.

Saat itu saya mangut-mangut dan berpikir "iya juga yah".

Dosen saya melanjutkan, kita tidak boleh melihat segala sesuatu dari sebelah mata atau satu sisi saja. Tidak semua polisi itu buruk ko. Masih ada yang baiknya.

Kalau saya boleh memberikan nasihat, kalian harus melihat sisi baik polisi tapi juga jangan mau dibodoh-bodohi pula.

Saat mendengar itu pikiran saya berpikir pasti ini tentang tilang menilang.

Ehh, bener saja, dosen saya bercerita, "saya pernah mau ditilang di daerah Jakarta Selatan oleh polisi yang bertugas. Saat itu, saya lagi pake sopir. Saya tidak terlalu memperhatikan keadaan jalan saat itu, Saya minta sopir saya untuk memberhentikan mobil di sisi jalan agar saya bisa berbincang-bincang dengan polisi muda itu. Akan tetapi bukan perihal tilang menilang yang ingin saya tekankan disini."

"Bagi kalian yang awam hukum, mungkin bisa dengan mudah terpancing emosi beradu argumen atau malah langsung membayar saja di tempat."

Spontan sekelas berdehem.

"sebelum kalian memulai beradu argumen, ada baiknya kalian lihat seragam polisinya. Karena setiap seragam polisi memiliki daerah dinasnya masing-masing. Lihat  badge di lengan kirinya. Di badge itu tertulis dengan jelas lokasi daerah dinasnya. Seorang polisi tidak boleh menilang di daerah yang bukan daerah dinasnya. Melanggar peraturan."




13349216252070858212
sumber : itrademarket.com

Dosen saya melanjutkan, "karena saya pribadi pernah mengalaminya. Seorang polisi datang dengan sangar dan mau menilang saya. Akan tetapi saya lihat badge di lenggannya Jakarta Selatan padahal ini di daerah Jakarta Pusat. Spontan saya langsung protes dan polisi tersebut tidak jadi menilang malah ketakutan dilaporkan ke atasannya. Jadi, teliti sebelum ditilang."

Semenjak saat itu, saya selalu meneliti badge polisi kalau lagi 'apes' kena tilang. Syukur-syukur polisi lagi lupa dan saya bisa terbebas dari "ancaman" tilang. Hehehehee.
Semoga bermanfaat.

Banjir di Jakarta banjir Kiriman?



Menjelang pemilihan gubernur DKI Jakarta yang akan dilaksanakan pada tanggal 11 Juli 2012 membuat masyarakat ramai membicarakannya. Pembicaraan tersebut tidak lepas dari banjir dan kemacetan.

Pagi ini saya berangkat ke kantor yang ada di daerah Jakarta Pusat menggunakan bis jurusan Kp. Rambutan - Ciledug. Di dalam bis itu, saya duduk di bangku tiga paling pinggir. Sebelah saya duduk dua orang bapak-bapak yang tidak saling mengenal satu sama lain. Mayoritas penumpang tertidur selama perjalanan. Suasana yang paling biasa terjadi kalau naik bis di pagi hari.

Sebenarnya hal yang biasa juga kalau pagi-pagi jakarta macet. Akan tetapi yang menarik bagi saya saat itu adalah seorang bapak membuka pembicaraan dengan bapak di sebelahnya karena berawal dari kemacetan. Berikut kurang lebih percakapan antara kedua bapak itu.

A : Bagi saya, tidak ada gubernur yang bisa menghapus macet dan mengatasi banjir.

B : Kenapa pak?

A : Iya, orang-orang udah punya kendaraan pribadi. Apalagi sekarang DP motor murah. Naek angkutan umum juga orang malas karena kondisi angkutan umum yang memprihatinkan, Jadinya pada lari ke motor.

B : Iya ya pak.

A : Kalo menurut saya, mungkin satu2nya jalan ya ngelebarin jalanan. Tapi paling itu cuma sementara. Dana untuk kesejahteraan rakyat juga dikorupsi.

B : bener juga pak.

A : Iya. Nah, kalo banjir kayanya dari jaman duluuu Jakarta juga udah banjir. Ga mungkin bisa ditanggulangi. Masa kita mau angkat Jakarta ke atas? Jadi Jakarta ga rendah lagi.

B : Wah, bapak ada-ada aja. hehehe

A : Tapi saya serius loh pak, ga mungkin kan kita angkat kota Jakarta biar ga banjir? Pake apa coba ngangkatnya?

B : Bener juga sih pak.

A : Saya juga sebenarnya tersinggung dengan media-media yang ada sekarang ini. Kalo ada banjir di daerah kali ciliwung sana, mereka selalu bilang "banjir kiriman bogor". Apa maksudnya itu? Saya sebagai orang Bogor merasa tersinggung. Ko jadi Bogor yang disalahkan? dari mana mereka mendapatkan kata-kata banjir Kiriman dari Bogor? Ko rasa-rasanya...

B : Kurang tepat ya pak penggunaannya.

A : Betul pak, kurang tepat. Kemana itu tata bahasanya? Kan kalo kiriman itu harus ada pengirimnya dan penerima. kaya kirim surat gtu lah pak. Lah, kita kan ga pernah mengirim. Aliran air apa adanya saja ngikutin arus. Masa dibilang banjir kiriman?

B : Iya yah. kaya ngirim surat gtu ada yang nerima dan ngirim.

A : Nah, itu dia. Tapi kalo setiap kali ada banjir rob di daerah pantai, selalu media bilang banjir rob dan ga pernah bilang banjir kiriman dari laut? Apa karena laut ga ada penghuninya jadi ga bisa disalah-salahin tapi bogor ada penghuninya jadi disalah-salahin?

B : Bapak ada-ada aja. Tapi iya yah, saya juga belum pernah denger banjir rob, banjir kiriman dari laut.

A : Iya kan. Oke lah kalo minuman Aqua kiriman dari Bogor. Itu memang bener mereka kirim dari Bogor buat ke Jakarta. Giliran banjir dibilang banjir kiriman Bogor padahal ga bener itu. Tapi kalo musim kemarau ga ada air kan lebih bahaya lagi. Perusahaan air di penjernihan atau pejompongan sana ga bisa nyuling air kan?

B : (manggut-manggut)

A : kalo ga ada air, mereka susah juga kan? kalo seperti yang mereka bilang banjir itu kiriman dari Bogor, berarti air yang ada di sungai di Jakarta waktu musim kemarau juga dari Bogor. Tapi ko mereka ga pernah muji-muji Bogor telah memberikan aiornya untuk kelangsungan masyarakat di Jakarta?

B : Bapak ini bisa aja.

A : Nah ini nih, saya ga sukanya. kalo yang jelek-jelek aja diekspos. kalo yang bagus diem-diem aja. Heran saya sebenarnya.

Kira-kira begitulah percakapan yang saya dengar pagi ini. Sebenarnya, mereka terus berbincang-bincang tentang apakah benar penduduk Indonesia ramah? dan lain sebagainya. Memang kita ga boleh  nguping pembicaraan orang lain, tapi mereka mendiskusikan hal yang menyentil. Apa daya telinga saya jadi ikut mendengarkan. :D